Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid |
Jakarta (18/2) - Wakil Ketua MPR RI
Hidayat Nur Wahid menyesalkan pengunduran hingga dua kali Rapat
Paripurna DPR RI yang mengagendakan pembahasan revisi Undang-Undang
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Apalagi jika penundaan itu dilakukan
hanya karena fraksi-fraksi besar di DPR masih sibuk melakukan lobi
untuk mengegolkan revisi UU KPK itu.
"Jika alasan penundaan itu karena
sebagian besar pimpinan DPR tidak di tempat publik mungkin bisa maklum.
Tapi kalau digunakan untuk lobi-lobi oleh fraksi besar di DPR untuk
mengegolkan revisi itu, sangat disayangkan," tandas Hidayat Nur Wahid,
Kamis (18/2) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Menurut Hidayat, penundaan paripurna
yang akan membahas revisi UU KPK itu hanya akan membuat citra lembaga
DPR makin terpuruk di mata publik. Stigma bahwa DPR antipemberantasan
korupsi akan makin kuat.
Terkait sikap PKS terhadapa revisi UU
KPK, Hidayat menegaskan, PKS menolak karena setelah mempelajarinya
dengan seksama revisi itu bukan untuk memperkuat KPK, tetapi sebaliknya
untuk melemahkan.
"Rapat Dewan Pimpinan Tingkat Pusat PKS,
Rabu (17/2) yang dipimpin Ketua Majelis Syuro memutuskan PKS menolak
revisi UU KPK itu. Keputusan ini memperkuat sikap fraksi PKS yang dalam
rapat sebelumnya juga menolak revisi itu," tegas Hidayat, yang juga
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS.
PKS, lanjut Hidayat, melihat masih ada
ketidaksinkronan antara Menkumham, KPK, dan Presiden terkait revisi UU
KPK. Menkumham menganggap revisi akan menguatkan. Sementara KPK
menganggap melemahkan, karenanya tidak mau terlibat dalam pembahasan.
Dan Presiden menyatakan akan membatalkan revisi jika melemahkan KPK.
Selama ketiga lembaga itu tidak sinkron,
PKS tetap akan menolak revisi UU KPK. "Berapa kali pun paripurna
diundur sikap PKS tetap menolak revisi UU KPK," imbuh Hidayat.
Sikap ini menegaskan sikap PKS yang
telah disampaikan pada Rapat Paripurna terdahulu yang menolak Revisi UU
KPK menjadi inisiatif DPR. Fraksi PKS ketika itu tegas menyatakan revisi
UU KPK sebaiknya menjadi inisiatif pemerintah agar lembaga DPR tidak
selalu menerima stigma negatif.
Hidayat mengungkapkan, PKS mendukung
langkah-langkah pemberantasan korupsi yang dilakukan pimpinan KPK yang
baru, termasuk langkah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap
sejumlah pejabat. "Selama tindakan OTT itu dilakukan sesuai dengan
koridor hukum dan aturan perundangan yang berlaku, kita mendukung. Yang
penting tidak ditunggangi kepentingan politik dan tebang pilih dalam
penegakan hukum," terang Hidayat.
Hidayat berpandangan, KPK harus makin
diperkuat dengan hukum yang kuat agar dapat menangani kasus-kasus besar,
yang selama ini menjadi perhatian masyarakat, yakni kasus korupsi di
atas Rp 500 miliar bahkan triliunan rupiah.
"Pimpinan KPK yang baru perlu diberi
vitamin agar kuat sehingga bisa menangani kasus-kasus korupsi di atas Rp
500 miliar bahkan triliunan. Bukan malah dilemahkan," pungkas Hidayat.