Kamis, 08 November 2012

Hidayat Hadiri Konferensi Internasional Haji di Mekkah


Mekkah – Anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid, Selasa (31/10) menghadiri Konferensi Internasional  tentang Haji di Mekkah, Arab Saudi. Hadir pada konferensi tersebut tokoh-tokoh dari 39 negara termasuk dari yang minoritas muslim seperti Amerika Serikat, Inggris, Denmark, China, Perancis, Jerman, Jepang, New Zealand dan India. Konferensi ini juga dihadiri oleh dua imam dan khotib di Mekkah dan Mufti Kerajaan Saudi Arabia Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah dan ulama serta tokoh perempuan DR Aisyah Al Mannai, beliau Dekan Fakultas Syariah dan Studi Islam Universitas Qatar.

“Konferensi Internasional ini dibuka secara resmi Menteri Haji Arab Saudi DR Bandar bin Muhammad Hajjar. Konferensi yang bertemakan Haji sebagai ibadah dan perilaku berbudaya luhur ini membahas materi-materi terkait. Diantaranya adalah haji sebagai jembatan antara ibadah dan hadharah/ peradaban, haji yang mendorong perilaku berbudaya luhur, peran negara asal calon haji untuk siapkan jamaah haji berbudaya luhur, peran Saudi Arabia untuk menyiapkan sarana-sarana ibadah haji yang berperadaban tinggi, maksimalisasi peran social media untuk hadirkan haji berbudaya tinggi, serta peran kontributif media massa untuk kondusifkan pelaksanaan haji dengan perilaku yang berbudaya unggul,” papar Hidayat.

Dalam kesempatan itu, Hidayat Nur Wahid yang juga Ketua Fraksi PKS DPR RI juga menyampaikan tentang pentingnya menginternalisasikan kesadaran jamaah haji untuk berperilaku dan berbudaya haji yang sangat dipentingkan akhir-akhir ini. Perilaku dan budaya ini yang sesungguhnya juga mereka lakukan setiap hari selama mereka berhaji.

“Saya menyampaikan tentang betapa pentingnya jamaah haji berperilaku dan berbudaya haji yaitu sikap toleransi di internal ummat dan prinsip inklusivisme dengan dunia internasional. Hal inilah yang sangat dipentingkan untuk direalisasikan di negara mereka masing-masing,” kata Hidayat Nur Wahid.

Hidayat menjelaskan, sikap toleransi atau tasamuh jelas terpraktekkan karena mereka (jamaah haji) akan melihat dan mengikuti beragam mazhab Islam selama mereka berhaji. Perbedaan diantara mereka itu ternyata tidak menimbulkan masalah apapun. “Haji dapat mereka lakukan dengan lancar, dan bahkan mereka selalu bisa saling tersenyum dan bahkan saling mendoakan. Toleransi ini semakin dibutuhkan ditengah munculnya banyak kelompok ekstrim dan radikal yang menimbulkan kekhawatiran meledaknya banyak konflik di internal ummat,” jelasnya.

Inklusivisme dengan dunia internasional, lanjut Hidayat, juga hal yang sesungguhnya dipraktekkan jamaah haji setiap hari, selama mereka melaksanakan ibadah haji. Mereka juga pasti berjumpa dengan jamaah dari berbagai bangsa di dunia dengan beragam ras, tradisi, bahasa, dan adat istiadat yang berbeda-beda. Karenanya, ketika jamaah haji pulang ke Negara masing-masing, diharapkan mereka sudah bisa mencerahkan masyarakatnya dengan perilaku berbudaya seperti toleransi dan inklusivisme seperti ini.

“Hal ini semakin diperlukan, ketika akhir-akhir ini ummat sering dipojokkan dengan isu-isu inklusivisme negatif dan terorisme. Terlaksananya kesadaran akan kedua hal tersebut diatas akan memperkokoh realisasi ajaran yang berbudaya adi luhung yaitu Islam yang rahmatan lil alamiin, dan itu bisa menjadi bagian dari haji yang mabrur,” pungkasnya.